Ati, itu bahasa Jawa,
kalau diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah ‘hati’ sementara ‘lati’
itu arti harfiahnya bibir, tapi yang dimaksud disini adalah ucapan atau
perkataan. ‘Lan’ (dan) ‘pakarti’ itu perbuatan atau juga sikap
dan tindak-tanduk seseorang. ‘Nyawiji’
itu menyatu, jadi kalimat diatas menginginkan, sebagai manusia atau orang, itu
hati, pikiran, ucapan dan perbuatannya harus menyatu atau sama. Kalau ada orang
yang ucapan dan perbuatannya tidak sama, itu menunjukkan bahwa yang
bersangkutan, orang yang tidak bermutu. Karena kualitas manusia itu ditentukan
oleh ucapan dan perbuatannya, sementara ucapan dan perbuatan dikendalikan oleh
hati dan pikirannya. Kalau kita ingin tahu isi hati dan pikiran seseorang,
cukup kita dengar ucapannya dan lihat perbuatannya. Kalau ada orang yang ucapan
dan perbuatannya tidak sama, menunjukkan isi hati dan pikirannya juga lain.
Dizaman sekarang ini banyak ditemukan orang yang ucapan dan perbuatannya berbeda,
atau ‘mencla-mencle’ (Pagi kedele, sore tempe, malam onde-onde). Apalagi seorang
politisi yang hanya mengandalkan pandai bersilat lidah, atau pandai berdebat
(pokrul), malah’ ada yang mengatakan
mereka itu ‘rai gedek’ (tidak punya
malu). Artinya apa, sekalipun lawan bicaranya itu tahu apa yang disampaikan itu
bohong, tapi dia tidak peduli dan tetap mempertahankan kebohongannya. Semua itu
hanya semata-mata untuk mengelabuhi musuh politiknya, dan mungkin menipu rakyat
atau menutupi keculasannya. Orang yang terjun kedunia politik harus punya
kepandaian bersandiwara, bukan pada orang lain saja, tapi juga bersandiwara pada
dirinya sendiri. Artinya, kalau isi hati dan ucapannya tidak sama, itu’ harus didukung oleh gesture, gerak tubuh yang bisa meyakinkan
orang lain yang diajak bicara atau orang yang melihatnya. Dan itulah sandiwara
yang diperlihatkan seorang penipu ulung, yang bahasa ‘kerennya’ disebut ‘politisi’.
Keberhasilan seorang politisi ditentukan oleh ‘kepiawaian’ memainkan peran dalam sandiwara yang diciptakannya
sendiri. Memang zaman telah berubah, untuk dikatakan berhasil dizaman sekarang orang tidak harus jujur. Dengan kejujuran
yang kita miliki dan kita lakukan belum tentu mendapatkan sesuatu yang disebut
keberhasilan. Tolok ukur atau standart penilaian terhadap seseorang di zaman
sekarang, adalah ke-‘bendaan’ dan
harus kelihatan, apa yang dimilki orang tersebut? Apa yang dipakai orang
tersebut? Sementara kejujuran itu abstrak, tidak kelihatan dan mungkin tidak
dibutuhkan di zaman sekarang. Kalau zaman dulu orang jujur itu kelihatan dan
dihargai, kalau sekarang ‘jujur hancur’. Dulu orang jujur bisa berharap
dapat pahala dan masuk surga, tapi sekarang orang bicara yang pasti saja. Kalau
sudah bertindak dan berbuat, tapi’
tidak dapat sesuatu, itu tandanya sia-sia atau percuma, dan sebaiknya jangan
melakukan saja. Zaman sekarang disebutnya ‘zaman
edan, ora ngedan, ora keduman’
(zaman gila, kalau tidak nge-gila,
tidak kebagian). Tapi Tuhan itu maha adil, bagi orang yang yakin bahwa
kejujuran itu ‘akan’ berdampak pada
perjalanan hidupnya. Dan orang yang bertindak jujur itu suatu bentuk keberuntungan,
bahwa ia tidak ‘terjerumus’ pada
perbuatan yang nista dan tercela. Orang yang jujur akan ketemu dengan orang
jujur, orang yang culas akan ketemu dengan orang yang culas juga. Jadi hukum
alam-lah yang akan mempertemukan pasangan orang, sesuai amal perbuatan yang
telah dilakukan sebelumnya. Dunia ini berputar sesuai hukum/dalil, yang sudah
dibuat oleh ‘Dzat’ yang berwenang dan
berkuasa, kita hanya bagian dari alam yang sudah di design oleh-Nya. Jadi bagi orang yang punya
kesadaran dan sensitifitas sesuai harapan penciptanya, sebaiknya ikuti firasat
atau tanda-tanda alam yang terlihat dan terdengar disekitar kita. Untuk itu
asahlah, latihlah rasa dan naluri kita terhadap kejadian dan petujuk alam yang
terjadi disekitar kita. Untuk menjadi mahkluk yang diharapkan oleh sang
pencipta, tidak musti mengikuti ustad-ustad, penceramah-penceramah yang sudah
ditunggangi kepentingan mereka, cukup mau mendengar dan memperhatikan kejadian
alam yang menjadi petunjuk hidup yang (yakin) ‘jujur’. Alam itu dijamain kejujurannya dan pasti ‘ati-nya,
lati-nya
lan
pakarti-nya
nyawiji’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar